comentttttt donnkkkkk

Sabtu, 27 Oktober 2012

MATA KULIAH STUDI ADMINISTRASI NEGARA
“MAKALAH TENTANG PENANGANAN KORUPSI ”

DISUSUN OLEH:
VERSI NUR ROHMAN 12-31-0029
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PRODI ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS NEGERI MADIUN
2012
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Tuhan Dalam Islam”.
Dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis agar makalah ini bisa lebih berguna.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan masukan yang bagi yang membutuhkan dan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Madiun 22 oktober 2012 
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................1
I.2 MAKSUD DAN TUJUAN............................................................................................1
1.3 METODE PENULISAN...............................................................................................1
BAB II POKOK PEMBAHASAN
BAB III PEMBAHASAN
III.1 PENGERTIAN............................................................................................................2
III.2 FAKTOR FAKTOR PENDORONG DAN PENYEBAB.........................................3
III.3 DAMPAK YANG DI TIMBULKAN.........................................................................6
III.4 KERUGIAN YANG DI TAKSIR...............................................................................8
III.5 LANGKAH LANGKAH PEMBERANTASANNYA................................................9
III.6 SANKSI YANG TEPAT UNTUK PELAKUNYA.....................................................9
BAB IV PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................................10
IV.2 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi bisa saja menetapkan Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rusmawan dan Komisaris Polisi Legimo sebagai tersangka kasus simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) sepanjang ada dua alat bukti yang cukup. Namun sejauh ini, KPK belum menyelidiki dugaan keterlibatan dua orang yang sudah ditetapkan Polri sebagai tersangka itu.
"Bisa saja dalam pengembangannya nanti kalau ditemukan dua alat bukti yang cukup," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (23/10/2012).
Ditekankannya, sejauh ini KPK masih fokus pada empat orang yang sejak awal menjadi tersangka KPK. Keempatnya adalah Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo, Sukotjo S Bambang, dan Budi Susanto. Mengenai Teddy dan Legimo, status keduanya menjadi tidak jelas setelah Kepolisian menghentikan penyidikan kasus simulator SIM sebagai tindak lanjut atas instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kedua orang itu tidak menjadi tersangka di KPK.
Johan mengatakan, KPK tidak menyidik perkara kedua orang itu sejak awal. Sementara Kepolisian tidak menjawab tegas saat ditanya apakah kedua perwira Polisi itu selanjutnya akan bebas dari proses hukum atau tidak.
Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, nasib dua orang itu sepenuhnya tergantung pada penyidik KPK. "Terserah dari pihak KPK, kan sudah diserahkan. Kita sudah tidak menyidik lagi," kata Boy, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2012).
Hal senada disampaikan Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman. Sutarman menyerahkan segala keputusan pada KPK perihal dua tersangka tersebut. "Sudah menyerahkan semuanya. Silakan ditindaklanjuti penyidikannya oleh KPK. KPK akan menetapkan berapa tersangkanya, silakan. Itu sepenuhnya jadi tanggung jawab KPK setelah kita bersurat kemarin," kata Sutarman.
Seperti diketahui, sempat terjadi sengketa kewenangan antara KPK dengan Kepolisian terkait penanganan kasus dugaan korupsi simulator SIM ini. Setelah KPK menetapkan empat tersangka, Kepolisian meningkatkan penanganan kasus ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima tersangka, kecuali Djoko Susilo.
Adapun tiga orang yang ditetapkan Kepolisian sebagai tersangka, yakni Didik, Budi, dan Sukotjo juga menjadi tersangka di KPK. Atas rebutan kewenangan ini, Presiden Yudhoyono menengahinya dengan meminta Kepolisian melimpahkan penanganan perkara Djoko dan kawan-kawan ke KPK.
Korupsi, ya sebuah aktivitas yang merugikan negara tidak kurang dari 300 trylyun rupiah tiap tahunnya, kini Belakangan kasus korupsi memang begitu populer di negeri tercinta ini bak sebuah artis terkenal, dimana mana kasus korupsi diberitakan media baik dari media elektronik, media massa dan media internet, kemarin kasus korupsi wisma atlet saat sea gemes di palembang, setelah itu kasus pembangunan komplek olahraga di hambalang juga terbongkar jika terdapat aktivitas aktivitas korupsi di dalamnya. Dan yang baru baru ini kasus korupsi tidak hanya dilakukan oleh para petinggi negara saja (anggota dewan terhormat) melainkan sekarang ini juga dilakukan oleh penegak hukum di negeri ini.
Begitu miris mendengar nya bila penegak hukum yang seharusnya turut serta memerangi virus yang bernama KORUPSI malah ikut terjangkit virus ini juga,  yang jadi pertanyaan kenapa perkembangan korupsi di negara ini sangat mengganas bak penyakit kronis menggerogoti pasienya. Dan yang memprihatinkan lagi dari kalangan kepolisian juga tersangkut kasus korupsi di dalamnya yang sebetulnya tak elok mereka lakukan dan mungkin masih banyak lagi aktivitas aktivitas korupsi di luar sana. kenapa budaya seperti ini terus ada di negara tercinta ini???.

I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari ditulisnya makalah ini semata mata hanya untuk menambah wawasan kita tentang apa itu KORUPSI, dan untuk menyampaikan aspirasi penulis tentang bagai hal hal yang berbau korupsi, serta bersama sama mencari solusi terbaik bagaimana menangani Kasus kasus korupsi di negara ini.
I.3 Metode Penulisan
Metode yang di gunakan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah dengan pustaka dan penjelasan dari beberapa narasumber.

BAB II
POKOK PEMBAHASAN
Dalam makalah yang saya tulis ini akan di jelaskan apa itu korupsi, faktor faktor penyebab dan pendorong yang berperan di dalamnya , dampaknya bagi negara, dan kerugian yang di timbulkan dari aktivitas aktivitas korupsi serta bagaimana langkah langkah untuk memberantas korupsi yang semakin menjadi penyakit kronis bagi negara, serta tak lupa apa kira kira sangsi yang tepat untuk membuat jera para pelakunya.

BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Pengertian KORUPSI?
Mungkin untuk saat ini kita tidak asing lagi tentang apa itu KORUPSI, terlebih hal hal yang sedemikian kerap masuk dalam berita berita di media masa baik di media elektronik, massa dan bahkan di media internet.  yang pelakunya kadang melibatkan pejabat di negara tercinta ini. Untuk lebih jelasnya apa itu korupsi bisa di simak tulisan ini. Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sbb:
perbuatan melawan hukumpenyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasimerugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)penggelapan dalam jabatanpemerasan dalam jabatanikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
III.2 Faktor Faktor penyebab dan pendorong terjadinya korupsi
ü  Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
ü  Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
ü  Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
ü  Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
ü  Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
ü  Lemahnya ketertiban hukum.
ü  Lemahnya profesi hukum.
ü  Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
ü  Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
ü  Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
Dan berikut dari pendapat dari beberapa pakar:
Ø  Drs Ansari Yamamah, MA.Perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih "mendewakan" materi telah "memaksa" terjadinya permainan uang dan korupsi. "Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat kemudian `terpaksa` korupsi kalau sudah menjabat,"

Ø   Prop. Dr. Nur Syam, M.Si. penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.

Ø  Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengakui, ada empat faktor dominan penyebab merajelalanya korupsi di Indonesia, yakni faktor penegakan hukum yang masih lemah, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan `political will.` "Dari empat faktor itu telah menyebabkan uang negara dikorupsi lebih kurang Rp300 triliun tiap tahunnya," katanya.

Ø  Erry R.Hardjapamekas, ia menyebutkan tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, (2) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil, (3) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan, (4) Rendahnya integritas dan profesionalisme, (5) Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan, (6) Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan (7) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.

Ø  Goenawan Wanaradja, SH,MH Salah satu penyebab yang paling utama dan sangat mendasar terjadinya Korupsi di kalangan para Birokrat, adalah menyangkut masalah keimanan, kejujuran, moral, dan etika sang Birokrat itu sendiri.

Ø  Bibit Samad Riyanto, membeberkan lima hal yang dianggap berpotensi menjadi penyebab tindakan korupsi. "Satu adalah sistem politik. Ditandai dengan munculnya aturan perundang-undangan, seperti perda, dan peraturan lain. 'Mereka' atau pelaku dapat berlindung dengan aturan tersebut," ujar Bibit, ditemui wartawan di kediaman almarhum orang tuanya di Jl Suparjan Mangun Wijaya, Sukorame, Mojoroto, Kota Kediri, Kamis (3/12/2009) malam. Kedua, imbuh Bibit adalah intensitas moral seseorang atau kelompok. "Ketiga adalah remunisasi, atau pendapatan (penghasilan) minim. Namun tidak lantas yang memiliki pendapatan tidak melakukan korupsi, jadi kembali lagi ke moral tadi," jelas Bibit. Keempat, terus Bibit, pengawasan baik bersifat internal-eksternal, dan kelimanya adalah budaya taat aturan. "Ini yang paling penting adalah budaya sadar akan aturan hukum. Dengan sadar hukum, maka masyarakat akan mengerti konskuensi dari apa yang ia lakukan.

Pada dasar nya penyebab ataupun pendorong tindak KORUPSI adalah dari bobroknya moral pelakunya sehingga mungkin mereka berpikiran bahwa materi adalah segalanya, di tambah lagi prilaku komsumtif dan cenderung mewah. Sehingga pelaku cenderung ingin cepat memperkaya dirinya dengan instan dan mudah seperti korupsi ini(faktor Internal).  Tidak hanya itu saja penyebab terjadinya tindak korupsi dari luar pun ada seperti lingkungan kerja yang mendorong terjadinya korupsi seperti lemahnya pengawasan, kurang komitmen dan konsisten nya para penegak hukum saat menangani kasus korupsi, serta lingkungan masyarakat yang serba mewah juga bisa mendorong seseorang pelaku untuk melakukan korupsi (faktor Eksternal).
III.3 Dampak yang ditumbulkan dari aktivitas korupsi tersebut

1.Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2.Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

3.Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
III.4 Kerugian kerugian akibat aktivitas Korupsi
JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) hari ini mengumumkan Tren Penegakan Hukum Kasus Korupsi 2011. Laporan ini disusun sebagai evaluasi kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus korupsi di Indonesia.
Dalam laporan ICW terdapat tiga besar sektor yang paling merugikan negara akibat korupsi. Pertama, sektor investasi pemerintah, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 439 miliar.
Kedua, sektor keuangan daerah dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 417,4 miliar. Ketiga, sektor sosial kemasyarakatan, yakni korupsi yang kasusnya berkaitan dengan dana-dana bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat, yang diperkirakan mencapai Rp 299 miliar.
Tingginya kerugian negara dari sektor investasi pemerintah, salah satunya karena investasi pemerintah di bidang pendidikan terbukti merupakan kasus korupsi terbanyak sepanjang tahun 2011.
Tingginya korupsi di bidang pendidikan merupakan hal baru karena pada tahun 2010, korupsi tertinggi berasal dari infrastuktur, diikuti sektor keuangan, kemudian pendidikan.
"Ini bisa disebabkan oleh peningkatan jumlah anggaran pendidikan di APBN. Koruptor itu seperti semut, di mana ada gula (uang) di situ mereka berada," ungkap Agus Sunaryanto, koordinator divisi investigasi ICW, dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (5/2/2012).
Menurut ICW, sektor pendidikan dengan angka kejadian korupsi paling tinggi perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Penting bagi jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinas-dinas pendidikan di daerah, BPK atau BPKP, serta aparat penegak hukum untuk mengawasi penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran pendidikan.
Selain itu, kerugian negara tertinggi berdasarkan tempat terjadinya korupsi atau berdasarkan lembaga yakni berasal dari semua lembaga dalam jajaran pemerintah kabupaten (pemkab) dengan jumlah 264 kasus.
Selanjutnya, kelembagaan dalam naungan pemerintah kota (pemkot) dengan jumlah 56 kasus, dan terakhir dalam jajaran pemerintah provinsi (pemprov) dengan jumlah 23 kasus.
Kerugian negara akibat korupsi di lingkungan pemkab mencapai Rp 657,7 miliar, lembaga BUMN Rp 249,4 miliar, dan pemkot Rp 88,1 miliar.
Untuk itu, ICW merekomendasikan agar APH menghentikan penggunaan dana bansos dan hibah untuk kepentingan pemenangan pilkada oleh kandidat yang berposisi petahana.
Adapun Kementerian Dalam Negeri harus menggunakan wewenang dan otoritasnya untuk melarang penggunaan dana bansos atau hibah menjelang pilkada sehingga membuat APBD lebih efektif dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan daerah dibandingkan harus dipakai sebagai alat politik bagi petahana dalam mobilitas suara pemilih.
"APH juga harus menempatkan penanganan kasus korupsi dana bansos atau hibah secara lebih serius, terutama pada konteks kesegeraan, mengingat praktik penggunaan dana bansos atau hibah untuk kepentingan pilkada merupakan praktik yang bukan hanya melanggar hukum (korupsi), melainkan juga telah membusukkan proses demokrasi prosedural," kata Agus.


III.5 Langkah Langkah yang perlu di ambil dalam pemberantasan korupsi.
Akhir tahun lalu, dr Chairil Anwar Sholeh, Sp. An, seorang dokter yang konsen pada masalah keumatan meluncurkan buku memoar yang berjudul “Bolehkah Ayah Berharap”. Buku tersebut diterbitkan secara terbatas oleh Kanetmedia Pustaka Jakarta. Sebuah buku yang memuat pandangan-pandangan kritis dan mencerahkan terhadap fenomena kekinian yang ditujukan secara khusus untuk anak-anaknya dan secara umum diperuntukkan bagi mereka yang punya konsen dalam pembangunan umat menjadi lebih baik lagi.

Dalam buku tersebut, ada pembahasan khusus mengenai korupsi dan cara pemberantasannya. Karena masih cukup relevan menjadi perbincangan di tanah air, dimana korupsi masih begitu merajalela, berikut ringkasan pandangannya mengenai bagaimana cara memberantas korupsi yang dicuplik dari buku tersebut:
 Maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia bukan lagi disebut membudaya, tapi sudah menjadi suatu seni berkorupsi. Seorang koruptor tidak hanya sekedar meraup uang negara karena hal tersebut sudah sangat mudah dilakukan. Kini, tinggal bagaimana mengemas hasil korupsi tersebut agar lebih terlihat indah sehingga KPK pun susah membedakan antara haram dan halal. Bahkan seorang profesor ekonomi terkenal menyebutkan bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari life style.
 Memang hampir tidak ada negara di dunia ini yang lepas dari pengaruh korupsi. Tapi, prestasi Indonesia dalam hal korupsi sungguh “membanggakan”. Khusus di kawasan Asia pasifik saja, Indonesia berhasil menyabet medali emas sebagai negara paling korup. Data ini dikeluarkan oleh perusahaan konsultan “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) yang berbasis di Hong Kong, setelah melakukan survey terhadap 2174 eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Sementara untuk di kawasan Asia Tenggara, posisi Indonesia “melorot” di posisi ke-5 negara terkorup.
 Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, label sebagai negara terkorup ikut memengaruhi imej Islam di mata negara-negara non-Islam. Mereka, khususnya yang anti Islam, makin memiliki “senjata” untuk menyudutkan Islam. Mereka membentuk opini dunia bahwa ternyata Islam itu mengajarkan korupsi. Buktinya Indonesia menjadi negara terkorup dimana pejabat-pejabat yang melakukan korupsi sebagian besar beragama Islam. 
 Susahnya memberantas korupsi di Indonesia selain karena sudah mendarah daging juga karena definisi korupsi yang tidak jelas. Menurut Purwadarminta, definisi korupsi dalam bahasa Indonesia adalah tindakan menyalahgunakan jabatan yang mengakibatkan kerugian negara. Dengan definisi ini, jika seorang pejabat menyalahgunakan jabatannya, tapi tidak merugikan negara maka tidak bisa dikatakan korupsi. Contohnya, seorang kepala gudang sembako menjual sembako yang ada di gudang lewat toko miliknya, lalu setelah laku ia kembalikan modal sembako tersebut ke gudang, sedangkan keuntungannya diambil oleh toko. Maka, tindakan seperti ini tidak bisa dikategorikan korupsi karena negara tidak dirugikan. Hal-hal seperti inilah yang menjadi korupsi terselubung, yang tidak bisa dituntut secara hukum.
 Namun, bila kita menggunakan definisi korupsi yang dikeluarkan WHO, yang  dalam salah satu kalimatnya disebutkan bahwa yang masuk perbuatan korupsi bila mengandung unsur “mengambil yang bukan haknya” maka tindakan di atas sudah termasuk kategori korupsi.
Pada dasarnya korupsi tidak hanya mengambil yang bukan haknya dalam hal materi. Korupsi juga bisa dilakukan terhadap sesuatu yang tidak berwujud (nonmateri), seperti waktu. Seorang PNS bisa disebut korupsi waktu, tatkala ia tidak bekerja sesuai waktu yang telah ditetapkan. Atau ia sering menghilang dari kantor di saat jam kerja, untuk keperluan pribadi
 Lalu bagaimana cara memberantas korupsi kelas kakap yang telah mendarah daging? Cara yang paling ampuh dan cepat adalah menggunakan hukum Islam, yaitu potong tangan. Tapi masalahnya, Indonesia bukan negara Islam sehingga tidak bisa menggunakan hukum Islam. Namun, bila kita menggunakan hukum yang ada sekarang maka cara yang paling tepat adalah ada kemauan kuat dari pemerintah untuk tobat, kemudian saling bekerjasama memberantasnya. Sebab, masalah korupsi di Indonesia disebabkan oleh perilaku kelompok, jadi untuk memberantasnya juga harus berkelompok.
 Dalam dunia kedokteran, untuk memberantas sebuah penyakit dilakukan dengan lima prinsip. Tiga prinsip diantaranya bisa diterapkan untuk memberantas korupsi, yakni promotif, preventif, dan kuratif. Promotif artinya pemerintah harus lebih intensif melakukan edukasi kepada generasi muda agar tidak ikut-ikutan budaya korupsi. Preventif maksudnya melakukan pengawasan secara ketat terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya korupsi. Tindakan ini lebih cocok dilakukan oleh BPK maupun KPK. Sedangkan kuratif, yaitu memberikan hukuman yang setimpal sebagai langkah penyembuhan pelaku korupsi. Penerapan langkah ini disesuaikan apakah koruptor perorangan atau kelompok. Kalau dalam syariat Islam, tentu sudah jelas tindakan kuratif dengan cara potong tangan.
 Inilah beberapa cara memberantas korupsi. Masalahnya bukan bisa atau tidak bisa memberantas korupsi, tapi mau atau tidak mau. (Yons Achmad).
III.6 Sangsi yang tepat bagi terpidana korupsi
Sebetulnya memenjarakan para terpidana korupsi itu bukan solusi yang tepat bagi para pelakunya, karena toh saat dia di penjarakan setelah keluar mereka masih bisa menikmati  uang melimpah dari hasil curiannya tersebut. Kelihatanya tak pantas gitu? Setelah uang sekian miliar yang di curi dari rakyat dan berapa besar dan kerugian bagi negara yang mereka timbulkan, hanya di tebus dengan penjara beberapa tahun saja, dan rasanya juga tidak adil juga kan. Mestinya pemerintah lebih bijak dalam menangani kasus yang seperti ini, dan mungkin sanksi yang lebih layak di berikan kepada tikus tikus yang sering menghabiskan padi  ini adalah memangkas habis kekayaan hasil korupsinya itu dengan kata lain memiskinkan nya. Agar para tikus tikus ini tahu bagaimana rasanya bila kekayaan nya di ambil secara Cuma Cuma seperti yang mereka lakukan terhadap sebagian besar rakyat di negeri tercinta ini yang mereka rampas sebagian hak nya. Atau mungkin HUKUM MATI saja para terpidana korupsi ini, karena memang mereka tidak pantas untuk hidup dan mereka hidup ini juga tidak ada gunanya juga, karena hanya mencuri uang rakyat saja, dan sepantasnya mereka di buru dan di tembaki seperti tikus di pematang sawah.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan dan Saran
Bahwa untuk memberantas korupsi sebenarnya bukan hal yang mustahil bagi pemerintah asalkan pemerintah mau bertindak tegas terhadap prilaku korupsi. Dan yang kedua adalah komitmen dan konsisten dari aparat penegak hukum harus selalu di tingkatkan jangan tebang pilih. Dan yang terakhir mungkin perlu ditanamkan kebiasaan kebiasaan yang jauh dari sifat korupsi dari generasi generasi muda agar kedepanya saat mereka mendapat amana untuk menjabat di negara  mereka mampu melakukan dengan baik.
IV.2 Daftar Pustaka




Jumat, 26 Oktober 2012


MATA KULIAH STUDI ADMINISTRASI NEGARA
 MAKALAH TENTANG
“MENANGULANGI ANGGOTA DEWAN YANG NAKAL”

DISUSUN OLEH:
VERSI NUR ROHMAN 12-31-0029

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS NEGERI MADIUN
2012



KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Tuhan Dalam Islam”.
Dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis agar makalah ini bisa lebih berguna.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan masukan yang bagi yang membutuhkan dan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Madiun 26 oktober 2012 
Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG................................................................................................1
I.2 MAKSUD DAN TUJUAN.........................................................................................1
I.3 METODE PENULISAN.............................................................................................2
BAB II POKOK PEMBAHASAN
II.1 BAGAIMANA SOLUSI UNTUK PEJABAT “NAKAL”?......................................2
BAB III PEMBAHASAN
III.1 SOLUSI UNTUK PEJABAT “NAKAL”.................................................................2
BAB IV PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN.........................................................................................................3
IV.2 SARAN.....................................................................................................................3
IV.3 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................3


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Metrotvnews.com, Jakarta: Partai Demokrat sudah menegur kadernya, Salim Mengga, yang kepergok bermain game saat rapat paripurna DPR berlangsung pada Selasa (23/10) lalu. Salim Mengga juga pun mengaku bersalah."Jadi kemarin dipanggil dan ditanyakan kenapa," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf, Jumat (26/10).Kepada fraksi, Salim menceritakan tengah di landa bosan.
Kebetulan membuka game dan terlihat wartawan."Kan dia juga tidak setiap kali main game," kata Nurhayati.Namun, Fraksi Partai Demokrat mengingatkan Salim tak lagi mengulang perbuatannya."Kita tegur, masak mau di PAW," ujar Nurhayati.(Andhini)
 Dari artikel di atas mungkin mengindikasikan ada beberapa anggota dewan yang bermasalah dengan moral, tidak hanya ini beberapa waktu silam bahkan salah satu anggota dewan dari fraksi PKS saat sidang terlihat sedang menonton film porno yang seharusnya tidak layak di tonton di dalam rapat paripurna, yang seharusnya waktu rapat paripurna berlangsung hanya di gunakan untuk membahas ataupun membuat kebijakan kebijakan yang bersifat mensejahterakan rakyat, bukan malah untuk ajang bermain game atau pun ajang nonton film porno. Dari beberapa pengalaman berikut mungkin nggak? banyak pihak yang meragukan kinerja para anggota dewan yang kelakuanya sedemikian. Bahkan mungkin beberapa masyarakat menilai bahwa anggota dewan yang sedemikian ini mengalami gangguan moral, dan bahkan bila lama lama di biarkan akan berubah menjadi gangguan jiwa.
Untuk itu perlu di lakukan sebuah solusi untuk mengatasi hal hal yang sedemikian. agar pada waktu rapat paripurna berlangsung semua anggota bisa fokus tanpa ada yang memecah konsentrasi mereka seperti game ataupun film porno. sehingga bisa tercipta sebuah kebijakan dan keputusan yang cemerlang dan berpotensi mensejahterakan rakyat.

II.2 Maksud dan Tujuan
Dari latar belakang yang saya tulis diatas sudah jelas maksud ataupun tujuan dari ditulisnya selembar makalah ini untuk mencari solusi bagaimana agar saat  sidang berlangsung tidak terjadi hal hal yang memalukan seperti saat para peserta nya sedang asik bermain game ataupun sedang nonton film porno. Dan aspek apa saja yang harus di benahi  agar kejadian yang seperti ini tidak terulang kembali nantinya.
III.3 Metode Penulis
Metode yang di gunakan penulis dalam membuat makalah dan mencari bahan referensi menggunakan metode Pustaka dan sumber dari beberapa narasumber.

BAB II
POKOK PEMBAHASAN
II.1 BAGAIMANA SOLUSI UNTUK PEJABAT “NAKAL”?
 Dari beberapa tulisan di atas sudah jelas apa yang harus di bahas dalam makalah yang saya buat ini. Tentunya adalah bagaimana langkah yang di ambil untuk menanggulangi hal memalukan ini terjadi saat rapat paripurna berlangsung. Dan setelah masalah ini mampu di tuntaskan di lanjutkan bagaimana langkah langkah pencegahan agar hal hal seperti ini tidak terjadi di srapat paripurna mendatang.

BAB III
PEMBAHASAN
III.1 SOLUSI UNTUK PEJABAT “NAKAL”
Seiring banyaknya pelanggaran pelanggaran yang dilakukan para pejabat negara (anggota dewan terhormat) di saat rapat paripurna berlangsung. Membuat miris buat sebagian besar masyarakat, yang bagaimana bahwa sessungguhnya para pejabat pejabat negara ini memberi pelayanan terbaik bagi rakyatnya seperti saat sidang seharusnya mereka bisa sungguh sungguh dalam menjalankannya sehingga tercipta sebuah kebijakan ataupun keputusan yang di buat untuk kesejahteraan rakyatnya, bukan malah menontonn adegan adegan panas ataupun asik bermain game. Hal inilah yang menjadi sorotan dan harus cepat ditemukan titik permasalahanya dilanjutkan mencari solusi terbaik untuk menangani hal hal yang sedemikian ini.
Untuk itu mungjkin ada beberapa langkah langkah untuk mengatasi hal hal ini, yang mana akan saya sebutkan. Yang pertama mungkin yang harus dibenahi adalah moral si pelanggar tersebut, ya moral adalah aspek terpenting dalam diri seseorang untuk bagaimana mereka bersikap dan menentukan pilihan pilihan yang bijaksana, dan mungkin setelah moral mereka sudah dalam keadaan lebih baik, mereka akan enggan untuk melakukan atau berbuat hal hal yang mereka anggap buruki seperti bermain game ataupun menonton video mesum. Istilahnya moral yang baik ini adalah dapat dijadikan REM, ya REM maksudnya REM untuk menghentikan segala jenis kelakuan yang tidak baik seperti hal hal yang sedemikian.
Nah untuk dapat memperbaiki moral dari yang sebelumnya kurang baik menjadi sangat baik tidak dapat dilakukan secara instan namun ada beberapa tahapan tahapan yang harus dilakuakan, seperti mengadakan bimbingan bimbingan kerohanian bagi para anggota di setiap selesai kerja, mungkin bila hal sedemikian bila dilakukan secara rutin dan sungguh sungguh d maka sedikit demi sedikit moral para pejabat negarayang sedikit terganggu ini  bisa terangkat menjadi lebih baik, dan diharapkan bila moral para pelanggar ini terangkat maka mereka akan enggan lagi untuk berbuatb tidak sepatutnya dalam rapat paripurna yang selanjutnya sehingga rapat bisa tercipta suasana yang serius dan mampu melahirkan kebijakan kebijakan yang teramat baik, dan sangat berpotensi mensejahterakan rakyatnya.
Dan bila memberi bimbingan ini tak cukup untuk mengurangi pelanggaran pelanggaran yang terjadi dalam rapat paripurna yang akan datang, nampaknya memberi efek jera bagi para pejabat pejabat yang sering melanggar ini mungkin menjadi solusi yang benarbenar membuat para pejabat nakal ini mersasa takut dan akan berpikir pikir untuk ya tidak melakukanya lagi. Misal memberi sangsi seperti tidak memperbolehkan mereka masukn dalam beberapa hari atau beberapa minggu, dan bila hal ini tak juga membuat mereka jera  pemotongan gaji ataupun mempensiunkan dini para pejabat nakal ini menjadi solusi terakhir  agar para pejabat pejabat nakal ini benar benar jera dan tak berani mengulanginya lagi. Dan ini dilakukan semata mata hanya untuk memberi pelayanan terbaik bagi masayarakat di indonesia.
Namun dari sekian sekian solusi di atas sebenarnya ada satu solusi yang mungkin jauh lebuh efektif dari kedua solusi di atas namun rasanya harus dilakukan dengan sungguh sungguh dan benar benar tidak ada tekanan ataupin intervensi dari luar. Bagaimana saat pencalonan diri para calon anggota dewan di seleksi benar benar oleh panitia dari latar belakangnnya prestasinya, track record nya ataupun rekam jejaknya dan hanya meloloskan kandidat yang benar benar baik menurut hati nurani panitia  mungkin bila hal hal seperti bisa di cegah sedini mungkin, karena ibarat penyakit lebih baik di cegah dari pada di obati. Dan tak lupa benahi sistem birokrasinya.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN
 sebenarnya faktor yang mendorong terjadinya pelanggaran yang dilakukan dari beberapa anggota dewan dalam jalannya sidang paripurna ini adalah terletak dalam moral masing masing anggota, bila para pejabat pejabat di negara ini memiliki moral yang baik, mungkin hal yang sedemikian tidak akan terjadi. Karena ibaratnya mungkin moral adalah kompenen dari rem dalam sebuah kendaraan sehingga dapat mengontrol bila jalan kita terlalu melebihi batas.
IV.2 SARAN
Saran saya agar bila saat pemilihan dewan terjadi, para calon pejabat ini di seleksi satu satu siapa yang layak dan tidak layak menjadi kandidat, sehingga hal yang tk sepantasnya di lakukan seperti di atas bisa di tanggulangi.
IV.3 DFTAR PUSTAKA