MATA
KULIAH STUDI ADMINISTRASI NEGARA
“MAKALAH
TENTANG PENANGANAN KORUPSI ”
DISUSUN OLEH:
VERSI
NUR ROHMAN 12-31-0029
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PRODI
ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS
NEGERI MADIUN
2012
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Tuhan Dalam Islam”.
Dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
oleh penulis agar makalah ini bisa lebih berguna.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan masukan yang bagi
yang membutuhkan dan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Madiun 22
oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR
BELAKANG...................................................................................................1
I.2 MAKSUD DAN
TUJUAN............................................................................................1
1.3 METODE
PENULISAN...............................................................................................1
BAB II POKOK PEMBAHASAN
BAB III PEMBAHASAN
III.1
PENGERTIAN............................................................................................................2
III.2 FAKTOR FAKTOR PENDORONG DAN
PENYEBAB.........................................3
III.3 DAMPAK YANG DI TIMBULKAN.........................................................................6
III.4 KERUGIAN YANG DI TAKSIR...............................................................................8
III.5 LANGKAH LANGKAH PEMBERANTASANNYA................................................9
III.6 SANKSI YANG TEPAT UNTUK PELAKUNYA.....................................................9
BAB IV PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN DAN
SARAN.....................................................................................10
IV.2 DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi bisa saja menetapkan Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy
Rusmawan dan Komisaris Polisi Legimo sebagai tersangka kasus simulator ujian surat izin
mengemudi (SIM)
sepanjang ada dua alat bukti yang cukup. Namun sejauh ini, KPK belum
menyelidiki dugaan keterlibatan dua orang yang sudah ditetapkan Polri sebagai
tersangka itu.
"Bisa
saja dalam pengembangannya nanti kalau ditemukan dua alat bukti yang
cukup," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (23/10/2012).
Ditekankannya,
sejauh ini KPK masih fokus pada empat orang yang sejak awal menjadi tersangka
KPK. Keempatnya adalah Inspektur Jenderal Polisi Djoko
Susilo, Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo, Sukotjo S Bambang, dan Budi Susanto. Mengenai Teddy dan
Legimo, status keduanya menjadi tidak jelas setelah Kepolisian menghentikan penyidikan kasus
simulator SIM sebagai
tindak lanjut atas instruksi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Kedua
orang itu tidak menjadi tersangka di KPK.
Johan
mengatakan, KPK tidak menyidik perkara kedua orang itu sejak awal. Sementara
Kepolisian tidak menjawab tegas saat ditanya apakah kedua perwira Polisi itu
selanjutnya akan bebas dari proses hukum atau tidak.
Biro
Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, nasib
dua orang itu sepenuhnya tergantung pada penyidik KPK. "Terserah dari pihak KPK, kan
sudah diserahkan. Kita sudah tidak menyidik lagi," kata Boy, di Mabes
Polri, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2012).
Hal
senada disampaikan Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman. Sutarman
menyerahkan segala keputusan pada KPK perihal dua tersangka tersebut.
"Sudah menyerahkan semuanya. Silakan ditindaklanjuti penyidikannya oleh
KPK. KPK akan menetapkan berapa tersangkanya, silakan. Itu sepenuhnya jadi
tanggung jawab KPK setelah kita bersurat kemarin," kata Sutarman.
Seperti
diketahui, sempat terjadi sengketa kewenangan antara KPK dengan Kepolisian
terkait penanganan kasus dugaan korupsi simulator SIM ini. Setelah KPK
menetapkan empat tersangka, Kepolisian meningkatkan penanganan kasus ini ke
tahap penyidikan dengan menetapkan lima tersangka, kecuali Djoko Susilo.
Adapun
tiga orang yang ditetapkan Kepolisian sebagai tersangka, yakni Didik, Budi, dan
Sukotjo juga menjadi tersangka di KPK. Atas rebutan kewenangan ini, Presiden
Yudhoyono menengahinya dengan meminta Kepolisian melimpahkan penanganan perkara Djoko dan kawan-kawan ke KPK.
Korupsi,
ya sebuah aktivitas yang merugikan negara tidak kurang dari 300 trylyun rupiah
tiap tahunnya, kini Belakangan kasus korupsi memang begitu populer di negeri
tercinta ini bak sebuah artis terkenal, dimana mana kasus korupsi diberitakan
media baik dari media elektronik, media massa dan media internet, kemarin kasus
korupsi wisma atlet saat sea gemes di palembang, setelah itu kasus pembangunan
komplek olahraga di hambalang juga terbongkar jika terdapat aktivitas aktivitas
korupsi di dalamnya. Dan yang baru baru ini kasus korupsi tidak hanya dilakukan
oleh para petinggi negara saja (anggota dewan terhormat) melainkan sekarang ini
juga dilakukan oleh penegak hukum di negeri ini.
Begitu
miris mendengar nya bila penegak hukum yang seharusnya turut serta memerangi
virus yang bernama KORUPSI malah ikut terjangkit virus ini juga, yang jadi pertanyaan kenapa perkembangan
korupsi di negara ini sangat mengganas bak penyakit kronis menggerogoti
pasienya. Dan yang memprihatinkan lagi dari kalangan kepolisian juga tersangkut
kasus korupsi di dalamnya yang sebetulnya tak elok mereka lakukan dan mungkin masih
banyak lagi aktivitas aktivitas korupsi di luar sana. kenapa budaya seperti ini
terus ada di negara tercinta ini???.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud
dari ditulisnya makalah ini semata mata hanya untuk menambah wawasan kita
tentang apa itu KORUPSI, dan untuk menyampaikan aspirasi penulis tentang bagai
hal hal yang berbau korupsi, serta bersama sama mencari solusi terbaik
bagaimana menangani Kasus kasus korupsi di negara ini.
I.3 Metode Penulisan
Metode
yang di gunakan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah dengan pustaka dan
penjelasan dari beberapa narasumber.
BAB II
POKOK PEMBAHASAN
Dalam
makalah yang saya tulis ini akan di jelaskan apa itu korupsi, faktor faktor
penyebab dan pendorong yang berperan di dalamnya , dampaknya bagi negara, dan kerugian
yang di timbulkan dari aktivitas aktivitas korupsi serta bagaimana langkah
langkah untuk memberantas korupsi yang semakin menjadi penyakit kronis bagi
negara, serta tak lupa apa kira kira sangsi yang tepat untuk membuat jera para pelakunya.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Pengertian KORUPSI?
Mungkin untuk saat ini kita tidak asing lagi
tentang apa itu KORUPSI, terlebih hal hal yang sedemikian kerap masuk dalam
berita berita di media masa baik di media elektronik, massa dan bahkan di media
internet. yang pelakunya kadang
melibatkan pejabat di negara tercinta ini. Untuk lebih jelasnya apa itu korupsi
bisa di simak tulisan ini. Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara
garis besar mencakup unsur-unsur sbb:
perbuatan melawan hukumpenyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasimerugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
perbuatan melawan hukumpenyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasimerugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi
yang lain, diantaranya:memberi atau menerima hadiah atau janji
(penyuapan)penggelapan dalam jabatanpemerasan dalam jabatanikut serta dalam
pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)menerima gratifikasi (bagi
pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang
arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak
jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa
berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan
prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada
perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan
partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di
tempat lain.
III.2 Faktor Faktor penyebab dan
pendorong terjadinya korupsi
ü
Konsentrasi kekuasan
di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat,
seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
ü
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
ü
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam
jumlah besar.
ü
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri
sendiri dan jaringan "teman lama".
ü
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai
kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup
yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang
menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh
suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji
pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan,
orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol
dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh
Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of
three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W
Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960
situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai,
gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami
bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak
diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang
diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah,
2007)
ü
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau
mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
ü
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk
mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
Dan berikut dari pendapat dari beberapa pakar:
Ø Drs Ansari Yamamah, MA.Perilaku
materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih
"mendewakan" materi telah "memaksa" terjadinya permainan
uang dan korupsi. "Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh
pejabat kemudian `terpaksa` korupsi kalau sudah menjabat,"
Ø Prop.
Dr. Nur Syam, M.Si. penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena
ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya.
Ketika dorongan cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi.
Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah
satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang
terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses
kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih
terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah
dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan
melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.
Ø Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh
mengakui, ada empat faktor dominan penyebab merajelalanya korupsi di Indonesia,
yakni faktor penegakan hukum yang masih lemah, mental aparatur, kesadaran
masyarakat yang masih rendah, dan `political will.` "Dari empat faktor itu
telah menyebabkan uang negara dikorupsi lebih kurang Rp300 triliun tiap
tahunnya," katanya.
Ø Erry R.Hardjapamekas, ia
menyebutkan tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya: (1) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, (2)
Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil, (3) Lemahnya komitmen dan konsistensi
penegakan hukum dan peraturan perundangan, (4) Rendahnya integritas dan
profesionalisme, (5) Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan,
keuangan, dan birokrasi belum mapan, (6) Kondisi lingkungan kerja, tugas
jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan (7) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa
malu, moral dan etika.
Ø Goenawan Wanaradja, SH,MH Salah
satu penyebab yang paling utama dan sangat mendasar terjadinya Korupsi di
kalangan para Birokrat, adalah menyangkut masalah keimanan, kejujuran, moral,
dan etika sang Birokrat itu sendiri.
Ø Bibit Samad Riyanto,
membeberkan lima hal yang dianggap berpotensi menjadi penyebab tindakan
korupsi. "Satu adalah sistem politik. Ditandai dengan munculnya aturan
perundang-undangan, seperti perda, dan peraturan lain. 'Mereka' atau pelaku
dapat berlindung dengan aturan tersebut," ujar Bibit, ditemui wartawan di
kediaman almarhum orang tuanya di Jl Suparjan Mangun Wijaya, Sukorame,
Mojoroto, Kota Kediri, Kamis (3/12/2009) malam. Kedua, imbuh Bibit adalah
intensitas moral seseorang atau kelompok. "Ketiga adalah remunisasi, atau
pendapatan (penghasilan) minim. Namun tidak lantas yang memiliki pendapatan
tidak melakukan korupsi, jadi kembali lagi ke moral tadi," jelas Bibit.
Keempat, terus Bibit, pengawasan baik bersifat internal-eksternal, dan kelimanya
adalah budaya taat aturan. "Ini yang paling penting adalah budaya sadar
akan aturan hukum. Dengan sadar hukum, maka masyarakat akan mengerti konskuensi
dari apa yang ia lakukan.
Pada dasar nya penyebab ataupun pendorong
tindak KORUPSI adalah dari bobroknya moral pelakunya sehingga mungkin mereka
berpikiran bahwa materi adalah segalanya, di tambah lagi prilaku komsumtif dan
cenderung mewah. Sehingga pelaku cenderung ingin cepat memperkaya dirinya
dengan instan dan mudah seperti korupsi ini(faktor Internal). Tidak hanya itu saja penyebab terjadinya
tindak korupsi dari luar pun ada seperti lingkungan kerja yang mendorong
terjadinya korupsi seperti lemahnya pengawasan, kurang komitmen dan konsisten
nya para penegak hukum saat menangani kasus korupsi, serta lingkungan
masyarakat yang serba mewah juga bisa mendorong seseorang pelaku untuk
melakukan korupsi (faktor Eksternal).
III.3 Dampak yang ditumbulkan dari aktivitas
korupsi tersebut
1.Demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan
umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di
pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban
hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam
pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari
pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat
diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan,
korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.
2.Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi
dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak
efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal,
ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru
muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk
membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi
menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek
masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin
menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi,
yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi
pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan
lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan
infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para
pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan
ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi
yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar
bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan
dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain.
Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai
1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka
sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah
ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering
menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini
memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar
negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
3.Kesejahteraan umum negara
Korupsi
politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
III.4 Kerugian kerugian akibat aktivitas Korupsi
JAKARTA,
KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) hari ini mengumumkan
Tren Penegakan Hukum Kasus Korupsi 2011. Laporan ini disusun sebagai evaluasi
kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus korupsi di Indonesia.
Dalam laporan ICW terdapat tiga besar sektor yang
paling merugikan negara akibat korupsi. Pertama, sektor investasi pemerintah,
dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 439 miliar.
Kedua, sektor keuangan daerah dengan potensi
kerugian negara mencapai Rp 417,4 miliar. Ketiga, sektor sosial kemasyarakatan,
yakni korupsi yang kasusnya berkaitan dengan dana-dana bantuan yang
diperuntukkan bagi masyarakat, yang diperkirakan mencapai Rp 299 miliar.
Tingginya kerugian negara dari sektor investasi
pemerintah, salah satunya karena investasi pemerintah di bidang pendidikan
terbukti merupakan kasus korupsi terbanyak sepanjang tahun 2011.
Tingginya korupsi di bidang pendidikan merupakan
hal baru karena pada tahun 2010, korupsi tertinggi berasal dari infrastuktur,
diikuti sektor keuangan, kemudian pendidikan.
"Ini bisa disebabkan oleh peningkatan jumlah
anggaran pendidikan di APBN. Koruptor itu seperti semut, di mana ada gula
(uang) di situ mereka berada," ungkap Agus Sunaryanto, koordinator divisi
investigasi ICW, dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (5/2/2012).
Menurut ICW, sektor pendidikan dengan angka
kejadian korupsi paling tinggi perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Penting bagi jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinas-dinas
pendidikan di daerah, BPK atau BPKP, serta aparat penegak hukum untuk mengawasi
penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran pendidikan.
Selain itu, kerugian negara tertinggi berdasarkan
tempat terjadinya korupsi atau berdasarkan lembaga yakni berasal dari semua
lembaga dalam jajaran pemerintah kabupaten (pemkab) dengan jumlah 264 kasus.
Selanjutnya, kelembagaan dalam naungan pemerintah
kota (pemkot) dengan jumlah 56 kasus, dan terakhir dalam jajaran pemerintah
provinsi (pemprov) dengan jumlah 23 kasus.
Kerugian negara akibat korupsi di lingkungan
pemkab mencapai Rp 657,7 miliar, lembaga BUMN Rp 249,4 miliar, dan pemkot Rp
88,1 miliar.
Untuk itu, ICW merekomendasikan agar APH menghentikan
penggunaan dana bansos dan hibah untuk kepentingan pemenangan pilkada oleh
kandidat yang berposisi petahana.
Adapun Kementerian Dalam Negeri harus menggunakan
wewenang dan otoritasnya untuk melarang penggunaan dana bansos atau hibah
menjelang pilkada sehingga membuat APBD lebih efektif dimanfaatkan untuk tujuan
pembangunan daerah dibandingkan harus dipakai sebagai alat politik bagi
petahana dalam mobilitas suara pemilih.
"APH juga harus menempatkan penanganan kasus
korupsi dana bansos atau hibah secara lebih serius, terutama pada konteks
kesegeraan, mengingat praktik penggunaan dana bansos atau hibah untuk
kepentingan pilkada merupakan praktik yang bukan hanya melanggar hukum
(korupsi), melainkan juga telah membusukkan proses demokrasi prosedural," kata
Agus.
III.5 Langkah Langkah yang perlu di ambil dalam
pemberantasan korupsi.
Akhir tahun lalu, dr Chairil Anwar Sholeh, Sp. An, seorang dokter yang konsen pada masalah keumatan meluncurkan buku
memoar yang berjudul “Bolehkah Ayah Berharap”. Buku tersebut diterbitkan secara
terbatas oleh Kanetmedia Pustaka Jakarta. Sebuah buku yang memuat
pandangan-pandangan kritis dan mencerahkan terhadap fenomena kekinian yang
ditujukan secara khusus untuk anak-anaknya dan secara umum diperuntukkan bagi
mereka yang punya konsen dalam pembangunan umat menjadi lebih baik lagi.
Dalam buku tersebut, ada
pembahasan khusus mengenai korupsi dan cara pemberantasannya. Karena masih
cukup relevan menjadi perbincangan di tanah air, dimana korupsi masih begitu
merajalela, berikut ringkasan pandangannya mengenai bagaimana cara memberantas
korupsi yang dicuplik dari buku tersebut:
Maraknya korupsi yang terjadi di
Indonesia bukan lagi disebut membudaya, tapi sudah menjadi suatu seni
berkorupsi. Seorang koruptor tidak hanya sekedar meraup uang negara karena hal
tersebut sudah sangat mudah dilakukan. Kini, tinggal bagaimana mengemas hasil korupsi
tersebut agar lebih terlihat indah sehingga KPK pun susah membedakan antara
haram dan halal. Bahkan seorang profesor ekonomi terkenal menyebutkan bahwa
korupsi sudah menjadi bagian dari life style.
Memang hampir tidak ada negara di dunia ini yang
lepas dari pengaruh korupsi. Tapi, prestasi Indonesia dalam hal korupsi sungguh
“membanggakan”. Khusus di kawasan Asia pasifik saja, Indonesia berhasil
menyabet medali emas sebagai negara paling korup. Data ini dikeluarkan oleh
perusahaan konsultan “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) yang
berbasis di Hong Kong, setelah melakukan survey terhadap 2174 eksekutif kelas
menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat yang menjalankan
usaha di 16 negara terpilih. Sementara untuk di kawasan Asia Tenggara, posisi
Indonesia “melorot” di posisi ke-5 negara terkorup.
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di
dunia, label sebagai negara terkorup ikut memengaruhi imej Islam di mata
negara-negara non-Islam.
Mereka, khususnya yang anti Islam, makin memiliki “senjata” untuk menyudutkan
Islam. Mereka membentuk opini dunia bahwa ternyata Islam itu mengajarkan
korupsi. Buktinya Indonesia menjadi negara terkorup dimana pejabat-pejabat yang
melakukan korupsi sebagian besar beragama Islam.
Susahnya memberantas korupsi di Indonesia selain
karena sudah mendarah daging juga karena definisi korupsi yang tidak jelas.
Menurut Purwadarminta, definisi korupsi dalam bahasa Indonesia adalah tindakan
menyalahgunakan jabatan yang mengakibatkan kerugian negara. Dengan definisi ini, jika
seorang pejabat menyalahgunakan jabatannya, tapi tidak merugikan negara maka
tidak bisa dikatakan korupsi. Contohnya, seorang kepala gudang sembako menjual
sembako yang ada di gudang lewat toko miliknya, lalu setelah laku ia kembalikan
modal sembako tersebut ke gudang, sedangkan keuntungannya diambil oleh toko.
Maka, tindakan
seperti ini tidak bisa dikategorikan korupsi karena negara tidak dirugikan.
Hal-hal seperti inilah yang menjadi korupsi terselubung, yang tidak bisa dituntut secara
hukum.
Namun, bila kita menggunakan definisi korupsi
yang dikeluarkan WHO, yang dalam salah satu kalimatnya disebutkan bahwa
yang masuk perbuatan korupsi bila mengandung unsur “mengambil yang bukan
haknya” maka tindakan di atas sudah termasuk kategori korupsi.
Pada dasarnya korupsi tidak hanya
mengambil yang bukan haknya dalam hal materi. Korupsi juga bisa dilakukan
terhadap sesuatu yang tidak berwujud (nonmateri),
seperti waktu. Seorang PNS bisa disebut korupsi waktu, tatkala ia tidak bekerja sesuai waktu
yang telah ditetapkan. Atau ia sering menghilang dari kantor di saat jam kerja, untuk keperluan pribadi
Lalu bagaimana cara
memberantas korupsi kelas kakap yang telah mendarah daging? Cara yang paling
ampuh dan cepat adalah menggunakan hukum Islam, yaitu potong tangan. Tapi masalahnya, Indonesia bukan negara Islam sehingga
tidak bisa menggunakan hukum Islam. Namun, bila kita menggunakan hukum yang ada sekarang maka cara yang
paling tepat adalah ada kemauan kuat dari pemerintah untuk tobat, kemudian saling bekerjasama memberantasnya. Sebab, masalah
korupsi di Indonesia disebabkan oleh perilaku kelompok, jadi untuk
memberantasnya juga harus berkelompok.
Dalam dunia kedokteran,
untuk memberantas sebuah penyakit dilakukan dengan lima prinsip. Tiga prinsip
diantaranya bisa diterapkan untuk memberantas korupsi, yakni promotif, preventif, dan kuratif.
Promotif artinya pemerintah harus lebih intensif melakukan edukasi kepada
generasi muda agar tidak ikut-ikutan budaya korupsi. Preventif maksudnya
melakukan pengawasan secara ketat terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya
korupsi. Tindakan ini lebih cocok dilakukan oleh BPK maupun KPK. Sedangkan
kuratif, yaitu memberikan hukuman yang setimpal sebagai langkah penyembuhan
pelaku korupsi. Penerapan langkah ini disesuaikan apakah koruptor perorangan
atau kelompok. Kalau dalam syariat Islam, tentu sudah jelas tindakan kuratif dengan cara potong tangan.
Inilah beberapa cara
memberantas korupsi. Masalahnya bukan bisa atau tidak bisa memberantas korupsi,
tapi mau atau tidak mau. (Yons Achmad).
III.6 Sangsi yang tepat bagi terpidana korupsi
Sebetulnya memenjarakan para
terpidana korupsi itu bukan solusi yang tepat bagi para pelakunya, karena toh
saat dia di penjarakan setelah keluar mereka masih bisa menikmati uang melimpah dari hasil curiannya tersebut.
Kelihatanya tak pantas gitu? Setelah uang sekian miliar yang di curi dari
rakyat dan berapa besar dan kerugian bagi negara yang mereka timbulkan, hanya
di tebus dengan penjara beberapa tahun saja, dan rasanya juga tidak adil juga
kan. Mestinya pemerintah lebih bijak dalam menangani kasus yang seperti ini,
dan mungkin sanksi yang lebih layak di berikan kepada tikus tikus yang sering
menghabiskan padi ini adalah memangkas
habis kekayaan hasil korupsinya itu dengan kata lain memiskinkan nya. Agar para
tikus tikus ini tahu bagaimana rasanya bila kekayaan nya di ambil secara Cuma
Cuma seperti yang mereka lakukan terhadap sebagian besar rakyat di negeri tercinta
ini yang mereka rampas sebagian hak nya. Atau mungkin HUKUM MATI saja para
terpidana korupsi ini, karena memang mereka tidak pantas untuk hidup dan mereka
hidup ini juga tidak ada gunanya juga, karena hanya mencuri uang rakyat saja,
dan sepantasnya mereka di buru dan di tembaki seperti tikus di pematang sawah.
BAB
IV
PENUTUP
IV.1
Kesimpulan dan Saran
Bahwa untuk memberantas korupsi
sebenarnya bukan hal yang mustahil bagi pemerintah asalkan pemerintah mau
bertindak tegas terhadap prilaku korupsi. Dan yang kedua adalah komitmen dan
konsisten dari aparat penegak hukum harus selalu di tingkatkan jangan tebang
pilih. Dan yang terakhir mungkin perlu ditanamkan kebiasaan kebiasaan yang jauh
dari sifat korupsi dari generasi generasi muda agar kedepanya saat mereka
mendapat amana untuk menjabat di negara
mereka mampu melakukan dengan baik.
IV.2 Daftar Pustaka