MATA
KULIAH STUDI ADMINISTRASI NEGARA
“MAKALAH
TENTANG PENANGANAN KORUPSI ”
DISUSUN
OLEH:
VERSI
NUR ROHMAN 12-31-0029
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS
NEGERI MADIUN
2012
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Tuhan Dalam Islam”.Dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis agar makalah ini bisa lebih berguna.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan masukan yang bagi yang membutuhkan dan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Madiun 22
oktober 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR
ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR
BELAKANG..........................................................................................................1
I.2 MAKSUD DAN TUJUAN...................................................................................................1
I.3 METODE
PENULISAN.......................................................................................................1
BAB II POKOK
PEMBAHASAN
II.1 APA PENGERTIAN
KORUPSI?.......................................................................................2
II.2 APA FAKTOR
PENYEBAB TERJADI TINDAK KORUPSI?.........................................2
II.3 APA DAMPAK
YANG DI SEBABKAN DARI TINDAK KORUPSI?............................2
II.4 BERAPA BESAR
KERUGIAN YANG DITIMBULKAN AKIBAT KORUPSI?............2
II.5 BAGAIMANA
SOLUSI YANG TEPAT UNTUK MEMEBERANTAS KORUPSI?......2
BAB III PEMBAHASAN
III.1 PENGERTIAN
KORUPSI................................................................................................3
III.2 FAKTOR
PENYEBAB TERJADINYA
KORUPSI.........................................................3
III.3 DAMPAK DARI
KORUPSI.............................................................................................4
III.4 BESAR
KERUGIAN AKIBAT
KORUPSI......................................................................5
III.5 SOLUSI YANG
TEPAT UNTUK MEMBERANTAS KORUPSI..................................6
BABA IV PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN DAN
SARAN.........................................................................................9
IV.2 DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Rata rata hampir 300 tryliun Rupiah negara di
rugikan dan hampir semua hak rakyat miskin di rampas,Pembangunan di berbagai
sektor tidak berjalan pada semestinya.
hal yang sedemikian itulah yang di timbulkan dari akibat tindak pidana
karupsi yang di lakukan oleh banyak pejabat negara di negeri indonesia ini. Hal
seperti itu bila dibiarkan terus menerus akan sangat berdampak buruk bagi
negara ini. Untuk itu harus segera di temukan akar masalahnya dan segera
mencari solusi yang tepat agar dapat setidak nya mengurangi tindak pidana
korupsi dan bahkan memberantas nya.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud ditulisnya makalah ini tidak hanya
menambah wawasan dan pengetahuan tentang dampak buruk yang di timbulkan dari
tindak pidana korupsi. dan untuk mencari
akar masalah dari tindak pidana korupsi dan mencari solusi yang tepat untuk
mengatasi hal hal yang sedemikian.
I.3 Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis untuk mencari
bahan makalah adalah Pustaka dan keterangan dari beberapa narasumber.
BAB II
POKOK PEMBAHASAN
II.1
Apa itu KORUPSI?
II.2
Faktor apa saja yang mendorong terjadinya tindak pidana KORUPSI?
II.3
Dampak apa saja yang di timbulkan dari tindak pidana KORUPSI?
II.4
Berapa besar Kerugian yang di timbulkan dari tindak pidana KORUPSI bagi negara?
II.5
Bagaimana solusi yang tepat untuk Mengatasi tindak pidana KORUPSI?
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Pengertian KORUPSI?
Mungkin untuk saat ini kita tidak asing lagi
tentang apa itu KORUPSI, terlebih hal hal yang sedemikian kerap masuk dalam
berita berita di media masa baik di media elektronik, massa dan bahkan di media
internet. yang pelakunya kadang
melibatkan pejabat di negara tercinta ini. Untuk lebih jelasnya apa itu korupsi
bisa di simak tulisan ini. Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok).
Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut
pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sbb:perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
III.2 Faktor pendorong dan penyebab
terjadinya tindak KORUPSI?
ü Konsentrasi
kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
ü Kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang
normal.
ü Proyek
yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
ü Lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
ü Gaji
pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau
pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari
makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain
" pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab
yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji
pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan,
orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol
dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh
Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of
three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W
Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960
situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai,
gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami
bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak
diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang
diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah,
2007)
ü Rakyat
yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan
perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
ü Ketidakadaannya
kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan
kampanye".
Dan berikut dari pendapat dari beberapa
pakar:
Ø Drs Ansari Yamamah, MA.Perilaku
materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih
"mendewakan" materi telah "memaksa" terjadinya permainan
uang dan korupsi. "Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh
pejabat kemudian `terpaksa` korupsi kalau sudah menjabat,"
Ø Prop.
Dr. Nur Syam, M.Si. penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena
ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya.
Ketika dorongan cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi.
Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah
satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang
terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses
kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih
terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah
dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan
melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.
Ø Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengakui, ada empat
faktor dominan penyebab merajelalanya korupsi di Indonesia, yakni faktor
penegakan hukum yang masih lemah, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang
masih rendah, dan `political will.` "Dari empat faktor itu telah
menyebabkan uang negara dikorupsi lebih kurang Rp300 triliun tiap
tahunnya," katanya.
Ø Erry R.Hardjapamekas, ia menyebutkan
tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
(1) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, (2) Rendahnya gaji
Pegawai Negeri Sipil, (3) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan
peraturan perundangan, (4) Rendahnya integritas dan profesionalisme, (5)
Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan
birokrasi belum mapan, (6) Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan
lingkungan masyarakat, dan (7) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral
dan etika.
Ø Goenawan Wanaradja, SH,MH Salah satu penyebab
yang paling utama dan sangat mendasar terjadinya Korupsi di kalangan para
Birokrat, adalah menyangkut masalah keimanan, kejujuran, moral, dan etika sang
Birokrat itu sendiri.
Ø Bibit Samad Riyanto, membeberkan lima hal
yang dianggap berpotensi menjadi penyebab tindakan korupsi. "Satu adalah
sistem politik. Ditandai dengan munculnya aturan perundang-undangan, seperti
perda, dan peraturan lain. 'Mereka' atau pelaku dapat berlindung dengan aturan
tersebut," ujar Bibit, ditemui wartawan di kediaman almarhum orang tuanya di
Jl Suparjan Mangun Wijaya, Sukorame, Mojoroto, Kota Kediri, Kamis (3/12/2009)
malam. Kedua, imbuh Bibit adalah intensitas moral seseorang atau kelompok.
"Ketiga adalah remunisasi, atau pendapatan (penghasilan) minim. Namun
tidak lantas yang memiliki pendapatan tidak melakukan korupsi, jadi kembali
lagi ke moral tadi," jelas Bibit. Keempat, terus Bibit, pengawasan baik
bersifat internal-eksternal, dan kelimanya adalah budaya taat aturan. "Ini
yang paling penting adalah budaya sadar akan aturan hukum. Dengan sadar hukum,
maka masyarakat akan mengerti konskuensi dari apa yang ia lakukan.
Pada dasar nya penyebab ataupun pendorong
tindak KORUPSI adalah dari bobroknya moral pelakunya sehingga mungkin mereka
berpikiran bahwa materi adalah segalanya, di tambah lagi prilaku komsumtif dan
cenderung mewah. Sehingga pelaku cenderung ingin cepat memperkaya dirinya
dengan instan dan mudah seperti korupsi ini(faktor Internal). Tidak hanya itu saja penyebab terjadinya
tindak korupsi dari luar pun ada seperti lingkungan kerja yang mendorong
terjadinya korupsi seperti lemahnya pengawasan, kurang komitmen dan konsisten
nya para penegak hukum saat menangani kasus korupsi, serta lingkungan
masyarakat yang serba mewah juga bisa mendorong seseorang pelaku untuk
melakukan korupsi (faktor Eksternal).
III.3 Dampak yang di timbulkan dari tindak
KORUPSI?
1. Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.2. Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi
dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi
dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor
private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan
hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi
dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi
(kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik
ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi
juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
3. Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
III.4 Kerugian Negara akibat KORUPSI
JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) hari
ini mengumumkan Tren Penegakan Hukum Kasus Korupsi 2011. Laporan ini disusun
sebagai evaluasi kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus
korupsi di Indonesia.Dalam laporan ICW terdapat tiga besar sektor yang paling merugikan negara akibat korupsi. Pertama, sektor investasi pemerintah, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 439 miliar.
Kedua, sektor keuangan daerah dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 417,4 miliar. Ketiga, sektor sosial kemasyarakatan, yakni korupsi yang kasusnya berkaitan dengan dana-dana bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat, yang diperkirakan mencapai Rp 299 miliar.
Tingginya kerugian negara dari sektor investasi pemerintah, salah satunya karena investasi pemerintah di bidang pendidikan terbukti merupakan kasus korupsi terbanyak sepanjang tahun 2011.
Tingginya korupsi di bidang pendidikan merupakan hal baru karena pada tahun 2010, korupsi tertinggi berasal dari infrastuktur, diikuti sektor keuangan, kemudian pendidikan.
"Ini bisa disebabkan oleh peningkatan jumlah anggaran pendidikan di APBN. Koruptor itu seperti semut, di mana ada gula (uang) di situ mereka berada," ungkap Agus Sunaryanto, koordinator divisi investigasi ICW, dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (5/2/2012).
Menurut ICW, sektor pendidikan dengan angka kejadian korupsi paling tinggi perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Penting bagi jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinas-dinas pendidikan di daerah, BPK atau BPKP, serta aparat penegak hukum untuk mengawasi penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran pendidikan.
Selain itu, kerugian negara tertinggi berdasarkan tempat terjadinya korupsi atau berdasarkan lembaga yakni berasal dari semua lembaga dalam jajaran pemerintah kabupaten (pemkab) dengan jumlah 264 kasus.
Selanjutnya, kelembagaan dalam naungan pemerintah kota (pemkot) dengan jumlah 56 kasus, dan terakhir dalam jajaran pemerintah provinsi (pemprov) dengan jumlah 23 kasus.
Kerugian negara akibat korupsi di lingkungan pemkab mencapai Rp 657,7 miliar, lembaga BUMN Rp 249,4 miliar, dan pemkot Rp 88,1 miliar.
Untuk itu, ICW merekomendasikan agar APH menghentikan penggunaan dana bansos dan hibah untuk kepentingan pemenangan pilkada oleh kandidat yang berposisi petahana.
Adapun Kementerian Dalam Negeri harus menggunakan wewenang dan otoritasnya untuk melarang penggunaan dana bansos atau hibah menjelang pilkada sehingga membuat APBD lebih efektif dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan daerah dibandingkan harus dipakai sebagai alat politik bagi petahana dalam mobilitas suara pemilih.
"APH juga harus menempatkan penanganan kasus korupsi dana bansos atau hibah secara lebih serius, terutama pada konteks kesegeraan, mengingat praktik penggunaan dana bansos atau hibah untuk kepentingan pilkada merupakan praktik yang bukan hanya melanggar hukum (korupsi), melainkan juga telah membusukkan proses demokrasi prosedural," kata Agus.
III.4 Penanganan yang tepat terhadap tindak
KORUPSI?
Akhir tahun lalu, dr Chairil Anwar Sholeh, Sp. An, seorang dokter yang konsen pada masalah keumatan meluncurkan buku
memoar yang berjudul “Bolehkah Ayah Berharap”. Buku tersebut diterbitkan secara
terbatas oleh Kanetmedia Pustaka Jakarta. Sebuah buku yang memuat pandangan-pandangan
kritis dan mencerahkan terhadap fenomena kekinian yang ditujukan secara khusus
untuk anak-anaknya dan secara umum diperuntukkan bagi mereka yang punya konsen
dalam pembangunan umat menjadi lebih baik lagi.
Dalam buku tersebut, ada
pembahasan khusus mengenai korupsi dan cara pemberantasannya. Karena masih
cukup relevan menjadi perbincangan di tanah air, dimana korupsi masih begitu
merajalela, berikut ringkasan pandangannya mengenai bagaimana cara memberantas
korupsi yang dicuplik dari buku tersebut:
Maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia bukan lagi
disebut membudaya, tapi sudah menjadi suatu seni berkorupsi. Seorang koruptor
tidak hanya sekedar meraup uang negara karena hal tersebut sudah sangat mudah
dilakukan. Kini,
tinggal bagaimana mengemas hasil korupsi tersebut agar lebih terlihat indah
sehingga KPK pun susah membedakan antara haram dan halal. Bahkan seorang
profesor ekonomi terkenal menyebutkan bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari life style.
Memang hampir tidak ada negara di dunia ini yang lepas
dari pengaruh korupsi. Tapi, prestasi Indonesia dalam hal korupsi sungguh
“membanggakan”. Khusus di kawasan Asia pasifik saja, Indonesia berhasil
menyabet medali emas sebagai negara paling korup. Data ini dikeluarkan oleh
perusahaan konsultan “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) yang
berbasis di Hong Kong, setelah melakukan survey terhadap 2174 eksekutif kelas
menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat yang menjalankan
usaha di 16 negara terpilih. Sementara untuk di kawasan Asia Tenggara, posisi
Indonesia “melorot” di posisi ke-5 negara terkorup.
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia,
label sebagai negara terkorup ikut memengaruhi imej Islam di mata negara-negara
non-Islam.
Mereka, khususnya yang anti Islam, makin memiliki “senjata” untuk menyudutkan
Islam. Mereka membentuk opini dunia bahwa ternyata Islam itu mengajarkan
korupsi. Buktinya Indonesia menjadi negara terkorup dimana pejabat-pejabat yang
melakukan korupsi sebagian besar beragama Islam.
Susahnya memberantas korupsi di Indonesia selain
karena sudah mendarah daging juga karena definisi korupsi yang tidak jelas.
Menurut Purwadarminta, definisi korupsi dalam bahasa Indonesia adalah tindakan
menyalahgunakan jabatan yang mengakibatkan kerugian negara. Dengan definisi ini, jika
seorang pejabat menyalahgunakan jabatannya, tapi tidak merugikan negara maka
tidak bisa dikatakan korupsi. Contohnya, seorang kepala gudang sembako menjual
sembako yang ada di gudang lewat toko miliknya, lalu setelah laku ia kembalikan
modal sembako tersebut ke gudang, sedangkan keuntungannya diambil oleh toko.
Maka, tindakan
seperti ini tidak bisa dikategorikan korupsi karena negara tidak dirugikan.
Hal-hal seperti inilah yang menjadi korupsi terselubung, yang tidak bisa dituntut secara
hukum.
Namun, bila kita menggunakan definisi korupsi yang
dikeluarkan WHO, yang dalam salah satu kalimatnya disebutkan bahwa yang
masuk perbuatan korupsi bila mengandung unsur “mengambil yang bukan
haknya” maka tindakan di atas sudah termasuk kategori korupsi.
Pada dasarnya korupsi tidak hanya
mengambil yang bukan haknya dalam hal materi. Korupsi juga bisa dilakukan
terhadap sesuatu yang tidak berwujud (nonmateri),
seperti waktu. Seorang PNS bisa disebut korupsi waktu, tatkala ia tidak bekerja sesuai waktu
yang telah ditetapkan. Atau ia sering menghilang dari kantor di saat jam kerja, untuk keperluan pribadi
Lalu bagaimana cara memberantas
korupsi kelas kakap yang telah mendarah daging? Cara yang paling ampuh dan
cepat adalah menggunakan hukum Islam, yaitu potong tangan. Tapi masalahnya, Indonesia bukan negara Islam sehingga
tidak bisa menggunakan hukum Islam. Namun, bila kita menggunakan hukum yang ada sekarang maka cara yang
paling tepat adalah ada kemauan kuat dari pemerintah untuk tobat, kemudian saling bekerjasama memberantasnya. Sebab, masalah
korupsi di Indonesia disebabkan oleh perilaku kelompok, jadi untuk
memberantasnya juga harus berkelompok.
Dalam dunia kedokteran, untuk
memberantas sebuah penyakit dilakukan dengan lima prinsip. Tiga prinsip
diantaranya bisa diterapkan untuk memberantas korupsi, yakni promotif, preventif, dan kuratif.
Promotif artinya pemerintah harus lebih intensif melakukan edukasi kepada
generasi muda agar tidak ikut-ikutan budaya korupsi. Preventif maksudnya
melakukan pengawasan secara ketat terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya
korupsi. Tindakan ini lebih cocok dilakukan oleh BPK maupun KPK. Sedangkan
kuratif, yaitu memberikan hukuman yang setimpal sebagai langkah penyembuhan
pelaku korupsi. Penerapan langkah ini disesuaikan apakah koruptor perorangan
atau kelompok. Kalau dalam syariat Islam, tentu sudah jelas tindakan kuratif dengan cara potong tangan.
Inilah beberapa cara memberantas
korupsi. Masalahnya bukan bisa atau tidak bisa memberantas korupsi, tapi mau
atau tidak mau. (Yons Achmad).
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan dan Saran
Bahwa untuk memberantas korupsi
sebenarnya bukan hal yang mustahil bagi pemerintah asalkan pemerintah mau
bertindak tegas terhadap prilaku korupsi. Dan yang kedua adalah komitmen dan
konsisten dari aparat penegak hukum harus selalu di tingkatkan jangan tebang
pilih. Dan yang terakhir mungkin perlu ditanamkan kebiasaan kebiasaan yang jauh
dari sifat korupsi dari generasi generasi muda agar kedepanya saat mereka
mendapat amana untuk menjabat di negara
mereka mampu melakukan dengan baik.
IV.2 Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar